Jika membicarakan ikon dari kota Banyuwangi, tentu tidak terlepas dari tarian andalannya, yakni Gandrung. Makna tarian Gandrung, identik dengan keterpesonaan akan sesuatu. Sehingga, para penampil tarian ini juga terlihat sangat menarik dan mempesona para penonton yang menyaksikannya.

Sebagai budaya khas Banyuwangi, tarian ini biasanya dibawakan untuk menyambut musim panen, acara pernikahan, hingga khitanan. Tariannya menarik, sebab dibawakan dengan iringan dua budaya berupa musik khas Bali dan Jawa. Mari simak ulasan lebih lanjut mengenai tarian kebanggaan masyarakat Banyuwangi ini:

Sejarah Tarian Gandrung

Pada awalnya, tarian ini dibawakan oleh lelaki dengan dandanan yang menyerupai perempuan. Namun seiring masuknya perkembangan Islam di daerah Blambangan, membuat budaya tersebut berubah. Gandrung lanang mulai berkurang, karena terdapat larangan dalam Islam tentang laki-laki yang berpakaian seperti perempuan.

Gandrung lanang juga terhenti karena penari terakhirnya, yakni Marsan kemudian meninggal dunia. Sejarah tarian dimulai pada 1895. Mengisahkan seorang anak berusia 10 tahun yakni Semi yang mengidap penyakit parah. Orangtuanya telah berupaya, namun apa daya sang putri belum juga sembuh.

Suatu hari Mak Midah, ibu dari Semi bernazar jika putrinya sembuh, dirinya akan dijadikan Seblang yaitu penari wanita. Sebaliknya bila tidak, Mak Midah akan menarik kembali ucapannya. Secara ajaib, Semi sembuh setelah nadzar tersebut diucapkan.

Semi benar-benar menjadi Seblang, yang kemudian memunculkan babak baru dimana Gandrung mulai ditarikan perempuan. Tradisi berlanjut, hingga anak-anak perempuan yang lain mengikuti jejak Semi. Kesenian ini semakin terkenal di Banyuwangi.

Pada masa 1970-an, semakin banyak gadis muda yang tertarik untuk mempelajari tarian ini, tidak terbatas dengan keturunan Gandrung saja. Bahkan, banyak di antaranya yang menjadikan tari ini sebagai sumber penghasilan.

Makna Tarian Gandrung

Sebelumnya, telah dikisahkan sejarah singkat dari tari Gandrung. Setiap tarian tentu memiliki makna, tak terkecuali Gandrung yang memiliki makna khusus saat dimainkan. Bukan sekedar perayaan panen dan kegembiraan saja, melainkan juga ungkapan syukur terhadap hal-hal yang berhasil diperoleh.

Gandrung sendiri berasal dari kata takjub atau terpesona. Makna kata tersebut ditujukan untuk Dewi Sri, yaitu sosok Dewi Padi yang mendatangkan kesejahteraan untuk masyarakat. Oleh sebab itulah Gandrung banyak dimainkan saat panen besar, untuk mengungkapkan kegembiraan dan terimakasih ke Dewi Sri.

Jadi, masyarakat mengungkapkan syukur yang teramat besar dengan cara menarikan tarian ini. Ini merupakan ungkapan kebahagiaan yang menandakan kesejahteraan sekaligus hiburan bagi yang melihatnya. Dengan gerakan yang beragam, menunjukkan beragamnya emosi seorang manusia.

Makna tarian Gandrung sarat akan filosofi sakral yang mengucapkan syukur terhadap sedekah bumi. Bumi tempat manusia tinggal ini merupakan tempat yang sakral, karena dapat memberikan hasil alam untuk kelangsungan hidup makhluk yang menghuninya.

Meski awalnya ditujukan untuk masa panen, saat ini Gandrung semakin berkembang karena banyak yang berminat terhadapnya. Fungsinya kini juga menjadi kesenian hiburan untuk masyarakat. Banyak orang menginginkan penampilan tarian ini di acara pernikahan, khitanan, dan momen bahagia lainnya.

Karakteristik Tarian Gandrung

Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai makna tarian Gandrung yang merupakan ungkapan kegembiraan dan syukur. Masyarakat merasa takjub akan berkah alam berupa makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Selain makna yang melekat pada tarian ini, ada beberapa karakteristik yang dimilikinya, yakni:

1. Busana

Para penari yang membawakan tarian Gandrung menggunakan busana khas. Kekhasannya tampak dari perpaduan Jawa dengan Bali. Penari mengenakan baju yang berbahan beludru hitam, dilengkapi hiasan berupa ornamen kuning. Ditambah dengan manik-manik yang bentuknya menyerupai leher botol.

Manik-manik tersebut melilit leher hingga dada. Selanjutnya di bagian pundak terbuka setengah punggung. Di bagian leher, terdapat ilat-ilat yang menutupi dada. Kemudian di lengan ada hiasan berupa kelat bahu, di pinggang menggunakan sembong kain warna-warni. Tentunya juga dilengkapi selendang di bahu penari.

Bawahan yang dikenakan penari adalah kain batik yang coraknya bervariasi. Namun, corak yang terpopuler adalah gajah oling, tumbuh-tumbuhan, serta belalai gajah khas Banyuwangi. Untuk kepalanya menggunakan mahkota bernama Omprok, dengan tambahan ornamen khas.

2. Musik Pengiring

Pertunjukan tari tidak akan lengkap tanpa adanya musik pengiring. Pada tarian Gandrung, terdapat musik khas yang mengiringinya. Gandrung Banyuwangi biasa diselenggarakan dengan gong/kempul, triangle/kluncing, biola, kethuk, serta kendhang. Terkadang juga diselingi dengan rebana, saron Bali, serta angklung.

Belakangan ini juga banyak yang mengkombinasikannya dengan electone untuk menambah kreasi. Pertunjukan dijalankan dengan adanya iringan panjak yang memberikan semangat. Hal ini bertujuan mengundang, menyemangati, hingga menambahkan efek jenaka dalam pertunjukan tari tersebut.

3. Properti Tambahan

Dalam membawakan tarian ini, penari juga memakai properti tambahan untuk mendukung pertunjukan. Contohnya adalah sebuah kipas yang menambah keindahan tarian. Jumlah kipas yang digunakan bisa satu atau beberapa, tergantung dengan karakteristik pertunjukannya.

Demikian informasi tentang makna tarian Gandrung, sejarah, serta karakteristiknya. Tarian yang menggambarkan wujud syukur serta rasa takjub akan rezeki dari alam berupa makanan pokok ini sangat menghibur. Hingga kini, tarian Gandrung menjadi ikon dari Banyuwangi yang menarik perhatian banyak wisatawan.