Adat istiadat Bali sangatlah menarik untuk dibahas. Begitu banyak ragam upacara, tradisi dan kebiasaan masyarakat Bali yang sangat sarat makna. Karena kentalnya adat di Bali, membuat wisatawan menyukai kota yang satu ini.

Tidak hanya tradisinya, alam disana pun sangat indah. Orangnya juga ramah-ramah dan sangat toleransi terhadap sesama. Untuk mengenal lebih dalam mengenai adat Bali terutama tradisi upacaranya, maka simak penjelasan di bawah ini:

1. Upacara Melasti

Upacara Melasti merupakan adat istiadat Bali yang biasanya dilakukan satu tahun sekali saat memperingati Nyepi. Tujuan dari Melasti itu sendiri yaitu dalam rangka menyucikan diri bagi yang beragama Hindu.

Upacara sakral ini dilakukan selama tiga hingga empat hari sampai hari Nyepi tiba. Prosesi Melasti dilakukan di beberapa sumber mata air sakral, dengan mengambil tirta amertha yang ada disana.

Dalam mengikuti Melasti salah satu rangkaiannya adalah dengan percikan air suci ke kepala oleh tokoh agama Hindu. Hal itu, berguna sebagai pembersihan jiwa dan raga yang kotor.

Jika ingin mengambil bagian dari upacara ini sangatlah bisa. Pengunjung bisa pergi ke kuil di Kuta atau Uluwatu. Pengunjung disarankan untuk menginap di sekitaran sana, agar bisa mengikuti Melasti bersama masyarakat Bali.

2. Tradisi Omed-omedan

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak muda di Bali. Karena memang aturannya hanya boleh diikuti oleh wanita dan pria yang belum memiliki pasangan. Tradisi ini sangatlah unik, sehingga wisatawan penasaran dan tertarik.

Pasalnya, tradisi ini dilakukan secara berpasangan dan akan saling tarik menarik hingga berpelukan. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menyambut suka cita di Desa Sesetan, Bali setelah hari raya Nyepi.

Omed-omedan ini diikuti oleh anak muda sekitar 17 sampai 30 tahun yang belum memiliki pasangan. Acara adat yang satu ini rutin dilakukan, sebagai bentuk rasa kekeluargaan dan kebersamaan.

Anak muda yang mengikuti Omed-omedan akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu wanita (taruni) dan pria (taruna). Sebelum dimulai akan dilakukan sembahyang terlebih dahulu, untuk meminta kebersihan dan kesucian hati.

Setelah itu akan dipasang-pasangkan untuk saling menarik, dan berpelukan. Karena ramai maka akan terjadi saling beradu antara dahi, hidung hingga bibir. Maka dari itu, banyak masyarakat luar Bali menganggapnya berciuman padahal tidak.

3. Upacara Ngaben

Upacara Ngaben adalah adat istiadat Bali yang sangat terkenal. Ngaben merupakan upacara penguburan jenazah yang dilakukan masyarakat Bali. Tidak seperti budaya penguburan yang lain, dalam Ngaben jenazah akan dibakar.

Ketika dilakukan pembakaran jenazah maka akan dilaksanakan dengan serangkaian ritual megah yang dilengkapi arak-arakan. Namun, tidak sesering upacara lainnya, Ngaben cukup jarang ditemukan di Bali. Hal itu dikarenakan biayanya tidak murah serta rumitnya proses ritualnya.

Terdapat tiga jenis upacara Ngaben yang tidak banyak diketahui orang, yaitu Ngaben Asti Wedana, Sawa Wedana, dan Swasta. Terdapat perbedaan diantara ketiganya saat melakukan prosesnya. Seperti pada Ngaben Asti Wedana proses pembakarannya diikuti setelah jenazahnya dikubur.

Proses Swasta dilakukan jika ada penduduk desa di Bali jika meninggal di luar Bali atau jasadnya tidak ditemukan. Sedangkan Ngaben Sawa Wedana melakukan prosesi setelah jenazah diawetkan.

Uniknya di Bali, upacara Ngaben dianggap ritual yang menggembirakan. Hal itu dikarenakan, pihak keluarga telah berhasil mengantarkan jenazah yang dikasihi pergi ke nirwana melalui upacara Ngaben.

4. Galungan dan Kuningan

Upacara Galungan dilakukan bertujuan untuk memperingati terciptanya alam semesta. Galungan dilaksanakan dengan sembahyang di pura atau rumah masing-masing. Sedangkan kuningan yaitu melakukan persembahan berwarna kuning. Hari raya kuningan dilakukan berdekatan dengan upacara Galungan.

Hari raya Galungan diperingati oleh umat Hindu dengan tujuan agar jiwa dan pikiran tenang. Sedangkan tujuan dilaksanakan Kuningan untuk memohon keselamatan, tuntunan lahir, dan juga perlindungan kepada Pitara, Dewa, dan Bhatara.

5. Upacara Mekare-kare

Tradisi selanjutnya adalah upacara Mekare-kare. Upacara ini berasal dari Desa Tenganan yang ada di Bali. Biasanya Mekare-kare dikenal dengan sebutan “perang daun pandan”. Mengapa disebut perang daun pandan?

Nama tersebut muncul karena ketika bertarung, para pria menggunakan bahan dari daun pandan berduri tajam. Masyarakat Bali melakukannya sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa perang yaitu Dewa Indra.

Peserta yang mengikuti tarung dengan daun pandan berduri tersebut akan dirawat serta didoakan oleh tetua adat. Hal tersebut dilakukan agar tidak merasakan sakit.

Upacara ini diadakan selama dua hari bersamaan dengan diadakannya upacara Sasih Sembah.  Mekare-kare biasanya sering diselenggarakan setiap Juni di Desa Tenganan yang merupakan desa tertua di Bali.

Sekian penjelasan mengenai 7 ragam adat istiadat Bali yang sangat unik dan sarat makna mulai dari upacaranya hingga tradisinya. Untuk merasakan pengalaman yang berbeda, bisa ikut bergabung di salah satu upacaranya jika diperbolehkan.